Minggu, 03 Mei 2015

SEO: cara mendaftarkan blog / Website ke Search engine

Dalam rangka meningkatkan trafic website ada beberapa hal yang perlu anda lakukan, salah satunya adalah mendaftarkan website atau blog anda ke puluhan search engine yang tersedia. Namun mendaftarkan website satu per satu ke masing - masing searchh engine akan sangat melelahkan, anda tenang saja sudah ada tool yang dapat kita manfaatkan untuk mendaftarkan website atau blog anda ke banyak search engine sekaligus, salah satunya adalah Free web submission.


Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free!

Dengan menggunakan free web submission anda dapat mendaftarkan blog ataupun website anda ke 50 mesin pencari (search engine) sekaligus dalam waktu yang cukup cepat. Anda hanya tinggal memasukkan URL web dan e-mail anda untuk melakukannya, dan otomatis web atau blog anda terdaftar di semua search engine tersebut. sekian artikel tentang cara mendaftarkan blog / Website ke Search engine, semoga bermanfaat. jangan lupa koment dan backlink nya...

Google Cardboard : Virtual reality headset

Perangkat Virtual reality headset sudah bukan lagi hal baru, beberapa pengembang atau developer masing - masing bersaing untuk meraih market share di bidang virtual reality headset (VR headset). Namun banyak dari mereka yang memasang harga yang cukup tinggi untuk mendapatkannya, akan tetapi berbeda halnya dengan google cardboard. Perangkat Virtual reality besutan google ini dapat dijangkau oleh semua kalangan bayangkan saja, anda dapat merasakan canggihnya headset VR hanya dengan merogoh kocek sebesar Rp. 150.000 an saja di beberapa toko online Indonesia.

Tampaknya google tak hanya ingin dikenal sebagai perusahan mesin pencari dan penyedia aplikasi saja, selain ber-inovasi pada self driving car atau mobil yang bisa mengemudi sendiri, google juga membuat Virtual Reality headset yang ramah lingkungan yaitu Google Cardboard yang terbuat dari bahan kardus.

Bentuknya terlihat unik dan bahannya membuat saya ragu akan kemampuannya. Namun jangan salah, kecanggihan Google Cardboard ini setara dengan Oculus Rift yang berharga jutaan rupiah. Inti dari Google Cardboard yang diperkenalkan pada konferensi Google I/O di San Fransisco pada pertengahan Juni 2014 ini adalah Magnet pada sisi Kiri dan Lensa pada area mata yang digunakan untuk membuat tampilan layar smartphone menjadi terasa lebih besar.

Perlu diketahui bahwa Google tidak berjualan cardboard, mereka memberikan tutorial pembuatannya secara gratis di Situs ini  atau apabila anda tidak ingin repot membuatnya anda dapat membelinya Disini seharga Rp.100.000.

Agar anda dapat mulai menggunakan Google Cardboard, jangan lupa untuk mengunduh aplikasi Google cardboard di playstore (play.google.com). Pastikan smartphone anda terdapat sensor Gyroscope agar dapat menjelajah dunia virtual hanya dengan menolehkan kepala anda ke kiri, kanan, atas, maupun ke bawah.

Sabtu, 02 Mei 2015

Tips dalam mendirikan Start-UP


Mencari partner
Untuk mengembangkan start up diperlukan kerjasama team, sementara itu untuk menghasilkan kerjasama tim yang baik penting untuk mencari partner yang sesuai.

Menurut Co-founder 8 Villages Sanny Gaddafi (Saga), untuk mencari partner yang cocok perlu lebih dari limakali pertemuan. Dia juga menyarankan agar tidak menjadikan sahabat sebagai partner kerja.

Lebih dari itu, Saga berpendapat bahwa partner harus dapat saling melengkapi dan harus memiliki visi dan misi yang sama sehingga dapat menciptakan start up yang tidak hanya biasa-biasa saja, tetapi luar biasa.

"Cari yang dapat mengisi ke kosongan kamu, cari yang 1+1 bukan sama dengan 2, tapi 11," kata Saga.

Untuk mendirikan start up dibutuhkan setidaknya tiga orang yang bertindak sebagai Hacker (mengurusi bagian IT), Hipster (mengurusi bagian desain) dan Hustler (mengurusi bagian bisnis), oleh karena itu, Saga juga menyarankan untuk mencari partner dari latar pendidikan atau keahlian yang berbeda.

Tidak hanya tentang teknis, ex-CEO Valadoo Jaka Wiradisuria mengatakan bahwa mencari partner juga membutuhkan feeling. "Lebih susah dari mencari pacar atau bahkan isteri," kata dia.

Lebih lanjut, menurut Jaka, untuk mencari partner yang tepat seseorang harus mengenal dirinya sendiri, baik dari sisi teknis maupun kepribadian.

"Dalam kepribadian ada core values yang kita punya. Nilai-nilai itu juga harus dihargai oleh partner," ujar dia.
"Founder adalah partner in live, susah seneng akan bareng dia," tambah dia.

Berdasarkan pengalaman Co-founder Ohdio.FM Ario Tamat, dalam menginvestasikan uangnya, investor justru bertanya mengenai orang-orang yang berada di belakang start up dibandingkan dengan masalah teknis.

"Presentasi panjang lebar tentang start up, tapi dia (investor) malah tanya founder-nya siapa saja, latar belakangnya bagaimana," kata Ario.

Ketiga founder dari tiga start up tersebut berbagi pengalaman "jatuh bangun" mereka dalam acara Start Up Move On Fail Fast, Fail Forward di Jakarta, Sabtu.



Ubah Mindset, Kunci kembangkan start up
Anggapan bahwa untuk mengembangkan perusahaan perintis teknologi atau dikenal dengan istilah start up diperlukan investor tidak sepenuhnya benar, menurut Jaka Wiradisuria, ex-CEO Valadoo.

“Mindset salah itu adalah berkembang butuh investor, tidak bisa hidup tanpa investor itu salah. Kita harus dari awal mematangkan produk dulu,” kata Jaka dalam diskusi Start Up Move On Fail Fast, Fail Forward di Jakarta, Sabtu.

Menurut Jaka, founder harus mematangkan start up-nya terlebih dahulu dengan cara menguji produk ke konsumen misalnya. Selain itu, pemilik start up juga mengetahui rencana, maupun target dari perusahaan perintis teknologi miliknya.

Jika tidak, Jaka mengatakan, perusahaan tersebut akan tergantung dengan keinginan investor. Investor bisa jadi “nahkoda” karena pemilik start up tidak mengetahui tujuan dari perusahaannya.

Hal senada juga disampaikan Sanny Gaddafi (Saga) Co-founder 8 Villages yang mengatakan bahwa kebanyakan founder justru kebingungan ketika mendapatkan investasi.

“Kebanyakan orang tidak tahu buat apa uang investasi, pada akhirnya mereka hanya menghabiskan uang tersebut dan berpikir investor selanjutnya siapa ya,” ujar dia.

Saga berpendapat hal tersebut akan mematikan start up itu sendiri karena founder pada akhirnya tidak fokus dengan pengembangan atau inovasi-inovasi di dalam perusahaan perintis teknologi miliknya.

“Kalo kita mau berkembang mau mengerjakan bisnis, kita anggap itu sebagai utang, jangan anggap itu sebagai hak,” kata dia

Dengan menganggap sebagai utang, menurut Saga, founder akan terpacu mengembangkan start up-nya, sehingga secara otomatis akan berdampak pada pendapatan perusahaan.

“Bikin start up bukan untuk diinvestasi,” tambah dia.
Sumber : Antara-news